Liputankini.com Kebijakan Kepala SMA 2 Padang, Syamsul Bahri mampu membuat penerimaan peserta didik baru (PPDB) berjalan lancar, aman dan tertib. Ternyata SMA 2 Padang memberi kesempatan kepada anak-anak warga sekitar bisa bersekolah di lembaga pendidikan yang sudah ada sejak 1962 itu.
Bahkan pihak sekolah sampai bertanya adakah anak warga Rimbo Kaluang dan sekitarnya yang belum dapat sekolah. Kebijakan sekolah didukung komite dan alumni, hubungan ketiganya harmonis.
"Menarik apa yang dilakukan Kepala Sekolah SMA 2 Padang. Tetap memberikan fasilitasi agar anak warga sekitar bisa sekolah di sana. Pantas jika PPDB lancar, aman dan tertib," ujar Anggota DPD RI H. Leonardy Harmainy Dt. Bandaro Basa, S.IP., MH saat berkunjung ke sekolah itu, Senin 22 Juli 2019.
Leonardy menyebutkan kebijakan ini mengisyaratkan sekolah memberikan perhatian bahkan jaminan dapat sekolah negeri bagi warga sekitar. Menurut Leonardy, sekolah sebenarnya telah menjalankan sistem zonasi dalam PPDB mereka.
Secara tegas disampaikan pimpinan DPRD 2004-2014 ini bahwa DPD RI tengah melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional berkenaan dengan kebijakan sistem zonasi dalam PPDB tahun pelajaran 2019/2020.
"Sejumlah provinsi ada permasalahan pada PPDB mereka. Sumbar relatif aman karena menerapkan zonasi kabupaten/kota dan didukung oleh keterangan Kepala SMA 2 Padang," ulas Anggota komite III yang juga membidangi pendidikan ini.
Masalah kekurangan guru, menurut Leonardy, dialami oleh seluruh SMA/SMK di Sumbar. Jumlahnya sekitar 2.800 orang. Ternyata dari penuturan Kepala SMA 2 Padang, sekolah itu juga mengalami, hingga 2019 ini berkurang 13 orang dan belum tergantikan.
Pria yang akrab dipanggil Bang Leo ini optimis pada 2020 kekurangan itu sedikit teratasi. DPD RI sejak 2017 terus berupaya agar moratorium penerimaan PNS/ASN tersebut dicabut. Diutamakan untuk guru karena bidang kompetensi mereka tak bisa digantikan sembarang guru.
Menanggapi permintaan dan alasan yang dikemukakan pihak sekolah terkait rencana bangun baru gedung lama berbentuk letter U jadi shelter, Leonardy pun menilai, posisi yang hanya sekira 50 meter sungai dan 800 meter dari laut, alangkah bagusnya jika SMA 2 Padang dibangun baru. Sekolah yang juga bakal berfungsi sebagai shelter bisa dijadikan alasan untuk pengganti 15 lokal yang kurang laik pakai karena sudah lama dengan dindingnya masih terbuat dari hollowbrick.
"Jika sekolah pernah mengajukan proposal ke dinas, lembaga atau.kementerian terkait, tolong diinformasikan. Kita dorong bersama-sama agar lokal yang ada shelter di atasnya ini segera terwujud. Keberadaan GOR H. Agus Salim yang sering jadi pusat kegiatan banyak orang bisa dijadikan penguat alasan pembangunan shelter," tegas pria yang akrab dipanggil Bang Leo ini.
Syamsul Bahri yang didampingi perwakilan dinas pendidikan Sumbar Irman dan Zakri, para wakil kepala sekolah dan kepala tata usaha SMA 2 Padang menjelaskan bahwa sekolahnya menerapkan sistem online dan offline. Sistem offline dimaksudkan untuk menerima siswa lewat jalur akademik, tahfiz serta prestasi di OSN, O2SN dan FL2SN.
Melalui sistem online tahap pertama diterima sebanyak 267 siswa dan yang mendaftar ulang itu ada 3 orang. Online tahap kedua diterima 46 orang.
Setelah PPDB online ditutup, barulah anak-anak sekitar diterima berdasarkan KK. "Untuk pemenuhan daya tampung, siswa yang memilih SMA 2 pada PPDB online, diterima sebanyak 37 orang. Sehingga total siswa baru berjumlah 324 orang yang terbagi dalam 9 rombel," ungkap Syamsul.
Didukung Komite dan Alumni
Kepala SMA 2 Padang mengungkapkan sekolah terbantu dengan kebijakan komite sekolah. Komite menerapkan sumbangan penyelenggaraan pendidikan (SPP) dengan sistem subsidi.
SPP komite disebutkannya bervariasi sesuai kemampuan orang tua, mulai dari Rp20.000 hingga Rp500.000 per bulan. Sementara siswa yang dapat KIP diputuskan untuk dibebaskan SPP-nya oleh komite. Sebanyak 199 siswa yang dibebaskan komite.
Komite memegang penuh kendali atas SPP ini, tapi rekeningnya dikelola bersama. Pihak sekolah tahu setiap pembayaran SPP lewat karena tiap siswa punya barcode seperti mahasiswa dan kegiatan dilaksanakan setelah ada surat perintah membayar.
"Kami bersyukur orang tua siswa mendukung kegiatan dan operasional sekolah. Komite membantu biaya yang tidak bisa terbiayai pemerintah. Alumni pun menyumbang hampir Rp1,2 milyar untuk pembangunan aula," ungkapnya.
Meski demikian, untuk standar pelayanan minimal dibutuhkan Rp3,6 juta per siswa per tahun. Sementara saat ini baru diberikan biaya operasional sekolah (APBN) Rp1,4 juta, biaya operasional pendidikan (BOP) dari APBD Sumbar Rp300.000 per siswa per tahun dan dari komite Rp100.000 per siswa per tahun.
"Diharapkan DPD RI dapat memperjuangkannya karena masih dibutuhkan biaya Rp 1,9 juta lagi agar pendidikan bisa lebih baik lagi," ungkap Syamsul. (*)