Direktur Eksekutif WALHI Nur Hidayati. |
"Data dari WEF (World Economic Forum) tahun 2017, nah nomor satu yang dikeluhkan itu masalah korupsi," tegas dia di kawasan senayan, Jakarta, Sabtu (22/2/2020).
"Korupsi menyebabkan investasi tidak bergerak secara progresif," imbuh dia.
Upaya pemerintah yang tengah fokus menggenjot sektor investasi, melalui kemudahan berusaha dalam draf omnibus law, WALHI menilai tidak tepat.
"Semua hal ditinjaunya dari aspek hukum dan regulasi, padahal aspek substansinya (pemberantasan korupsi) tidak terlihat," pungkas dia.
Ada Omnibus Law, Bos BKPM Yakin Target Investasi 2020 Rp886 T Bakal Tercapai
Kepala Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, menyebut Omnibus Law Cipta Kerja merupakan instrumen untuk menggaet investor. Omnibus Law dilakukan untuk menyederhanakan sejumlah peraturan di Indonesia selama ini.
"Omni salah satu instrumen untuk tarik investasi, karena memudahkan untuk berizin dan tidak berbelit belit," ucapnya di Kantor BKPM, Jakarta, Senin (17/2/2020).
Dia juga memastikan Omnibus Law Cipta Kerja dapat dirasakan manfaatnya pada kuartal pertama pasca disahkan DPR RI. "Di samping itu ada insentif juga yang kita tawarkan. Kalau bisa cepet dilakukan (disahkan), maka pertumbuhan realisasi investasi dari omni dapat menyumbang di tahap pertama," paparnya.
Bahlil optimistis realisasi penerimaan dari sektor investasi akan meningkat hingga mencapai target Rp886 triliun di 2020, setelah diberlakukannya Ommibus Law Cipta Kerja. "Kita berpijak pada tahun 2019, 2019 itu per realisasi investasi lampaui target dari Rp790,2 triliun menjadi Rp809,6 triliun beranjak dari apa yang terjadi di tahun 2019, realisasi yang ditargetkan tahun 2020 mencapai Rp886 triliun," tegasnya.
Maka dari itu, dia optimistis dengan adanya Omnibus Law target penerimaan investasi yang dipatok akan tercapai. "Saya ingin katakan dari data-data BKPM yang sudah punya potensi investasi yang akan direalisasikan bakal mencapai target," pungkasnya. (eds)