Rumah yang pernah dihuni oleh Mr. Syafruddin Prawiranegara di Rotan Gotah. (ist) |
PASAMAN, MJ News - Muaro Sungai Lolo, Kecamatan Mapattunggul Selatan cukup ramai akhir-akhir ini. Silih berganti orang-orang berkunjung merealisasikan bantuan, pasca diterjang galodo beberapa pekan lalu. Di balik itu semua, tersimpan beberapa keindahan dan sejarah yang menarik untuk ditelisik.
Nagari Muaro Sungai Lolo, pantas disebut nagari di atas awan. Jalan ke sana banyak bukit yang teramat tinggi untuk dilalui. Terkadang, kalau lah berjalan subuh, jalanan tertutup kawanan kabut awan.
Perihal kemajuan dan fasilitas yang ada, nagari ini jauh dari kata cukup. Bahkan, untuk sebuah sinyal telekomunikasi pun, susah didapat. Ada pula titik tertentu baru bisa dapat sinyal.
Hal inilah yang dirasakan dan disampaikan Pendamping Desa Pemberdayaan Kecamatan Mapattunggul Selatan, Mulyadi Putra, Minggu (8/3).
“Teramat banyak hal menarik di Muaro Sungai lolo. Masyarakatnya yang jauh dari beradapan kota, hidup dalam kedamaian, dan perlu perjuangan keras untuk bertahan hidup di sini,” kata Mulyadi.
Paling menarik yang diketahui Mulyadi ialah, adanya pahlawan Nasional yang pernah tinggal di Muaro Sungai Lolo. Pahlawan ini, Mr. Syafruddin Prawiranegara. Mulyadi sekaligus pemerhati sejarah dan budaya ini menuturkan, dari berbagai sumber yang ia telisik, pahlawan Mr. Syafruddun Prawiranegara pernah berdiam diri di Rotan Gotah, Nagari Muaro Sungai Lolo, kurang lebih tiga bulan lamanya.
“Mr. Syafruddin Prawiranegara adalah tokoh yang dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Tepatnya pada tanggal 8 November 2011 silam, di Istana Negara. Alasannya, beliau pernah menjabat Pimpinan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Terhitung dari tanggal 22 Desember 1948 sampai 13 Juli 1949,” kata Mulyadi.
“Ini saya simpulkan setelah berdialoq dengan salah satu sesepuh Muaro Sungai Lolo, Pak Obak yang usianya 99 tahun,” lanjut Mulyadi.
Diakui Mulyadi, pengakuan Pak Obak, ia adalah salah satu dari sekian orang suruhan Syafruddin untuk pergi menjemput dan mengantarkan air ke kediaman beliau di Rotan Gotah, baik itu untuk keperluan makan dan minum maupun mandinya.
“Karena faktor umur, Pak Obak cukup terbatas dalam memberikan informasi. Selanjutnya, apa dan mengapa kegiatan sehari-hari Syafruddin selama tinggal di Rotan Gotah, saya sendiri kurang tahu. Sebab pada masa itu ia sangat jarang terlihat berada di luar rumah. Begitu sangat hati-hatinya beliau saat berada di Rotan Gotah. Itu pengakuan Pak Obak,” jelas Mulyadi.
Dikatakan Mulyadi, semasa di Muaro Sungai Lolo, Mulyadi menempati rumah kaum dari suku Piliang, yang penghulu datuknya bergelar datuk Mangkudum. Rumah itu sampai sekarang masih eksis, walaupun keadaan fisiknya sudah reot dimakan rayap dan ditelan masa. Tetapi rumah tersebut masih difungsikan sekali dalam setahun dalam acara naik ka Rumah Gadang setelah melaksanakan shalat Idul Fitri dari kaum Datuk Mangkudum.
Selain itu, lanjut Mulyadi, bukti keberadaan Syafruddin yang bisa dilihat sampai detik ini ialah Bukit Kuning. Bukit di mana tiang pancang pemancar radio Syafruddin tidak saja menghujam bumi Rotan Gotah, melainkan suaranya juga pernah bergema dari sana.
“Memang, temuan sementara saya ini tidak tersurat dalam buku sejarah atau semacamnya. Dalam buku kajian sejarah Indonesia pun belum pernah ditemukan. Maka sekali lagi, kami mewakili warga Rotan Getah khususnya dan Nagari Muaro Sungai Lolo, Kecamatan Mapattunggul Selatan, mohon perhatian dari pemerintah untuk Muaro Sungai Lolo lebih baik dan bisa dikenal di dalam sejarahnya Pasaman,” tukas Mulyadi. (hendra)