WNI yang pulang dari Malaysia saat turun di pelabuhan internasional Tanjungbalai Karimun. (ist) |
mjnews.id - Gubernur Sumatera Barat (Sumbar), Irwan Prayitno meminta otoritas yang berada di Kepulauan Riau atau Dumai untuk mengarantina semua WNI yang masuk dari Malaysia. Permintaan itu terkait dengan beredarnya informasi datangnya sejumlah perantau melalui jalur darat dari Malaysia.
“Iya semalam saya juga mendapatkan informasi tersebut. Saya langsung cek, ternyata tidak sebanyak itu,” sebutnya, Jumat (27/3/2020).
Dikatakannya, permintaan karantina tersebut bukan tanpa alasan. Karena sudah menjadi prosedur tetap jika ada kedatangan orang dari daerah terdampak harus dilakukan karantina.
Karena tanpa karantina, maka kemungkinan besar perantau yang berasal dari daerah terdampak bisa membawa virus ke kampung halaman. Sehingga pemerintah daerah tidak dapat mendeteksi mana perantau yang terinfeksi atau tidak.
“Saya mengimbau otoritas yang ada di Dumai, Kepri melakukan karantina persuasif. Seperti halnya masuknya WNI dari Wuhan. Setelah aman, baru masuk ke daerah lain. Jangan sampai menyebar kemana. Langsung ke daerah, kita minta melakukan prosedur tetap. Yang datang dari daerah terjangkit,” pintanya.
Awalnya, Irwan mengaku mendapatkan informasi kedatangan perantau dari jalur darat tersebut. Informasi itu diperoleh dari Badan Intelijen Negara (BIN), Dandim Limapuluh Kota, dan Korem Wirabraja 032. Untuk itu agar tidak menyebabkan keresahan, dirinya langsung menghubungi Sekdakab Limapuluh Kota.
Hasilnya, dari informasi tersebut memang ada sejumlah perantau yang datang dari Malaysia dari jalur Dumai. Hanya saja jumlah tidak 10 bus, namun hanya lima orang.
“Untuk lima orang itu sudah terdeteksi, kita sudah pantau,” ulasnya.
Sebelumnya beredar informasi berantai di media sosial Whatshaap menyampaikan permintaan pemesanan 10 unit bus NPM untuk mengangkut WNI asal Malaysia. WNI itu akan diantar pada sejumlah provinsi, termasuk ke Sumbar.
Dari informasi tersebut, ada rencana kedatangan WNI yang bekerja di Negara Malaysia lebih kurang 3.286 orang. Diperkirakan WNI tersebut sekarang berada di Dumai menunggu bus yang menjemput dan salah satunya armada bus NPM /Vircansa yang akan mengangkut warga Minang yang bekerja di Malaysia untuk ke wilayah domisili mereka masing-masing.
Banyak yang Mengabaikan
Pemerintah menyayangkan masih banyak masyarakat yang belum menjalankan prinsip jaga jarak sosial dan fisik secara ketat. Sikap abai masyarakat ini disebut ikut berkontribusi terhadap lonjakan jumlah pasien positif Covid-19 yang terus berlanjut hingga Jumat (27/3/2020) ini.
Dalam 24 jam terakhir, ada penambahan 153 orang yang terinfeksi virus corona sehingga total kasus positif di Indonesia sebanyak 1.046 jiwa.
“Dari hari ke hari kita melihat ada penambahan kasus yang signifikan, ini menandakan bahwa proses penularan masih berlangsung terus menerus di tengah masyarakat. Berarti ada kontak dekat yang terjadi dengan kasus ini sehingga terjadi penularan dan memunculkan angka sakit,” jelas Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto.
Yurianto kembali mengingatkan masyarakat untuk benar-benar menerapkan prinsip jaga jarak di tengah kehidupan sosial. Secara teknis, obrolan yang dilakukan dalam jarak kurang dari 1,5 meter berpotensi menularkan virus corona. Virus ini menular melalui droplet atau cairan ludah yang keluar saat seseorang bersin atau batuk.
Penularan juga bisa terjadi melalui kontak tak langsung. Peralatan yang digunakan secara bersama-sama, misalnya gagang pintu, pegangan berdiri di dalam kereta atau bus, hingga railing tangga merupakan media penularan yang cukup ampuh. Droplet dari orang positif Covid-19 bisa saja menempel di alat-alat tersebut dan berpindah ke orang lain melalui sentuhan.
“Kemudian secara langsung (orang yang menyentuh) lanjut makan atau minum tanpa cuci tangan atau menyentuh hidung mulut mata. Inilah yang menjadi bukti bahwa kasus ini masih terus menular. Saya minta mari kita patuhi bersama tentang kontak dekat,” jelas Yurianto.
Masyarakat juga diingatkan bahwa anak muda dengan imunitas yang masih baik bisa saja berperan sebagai carrier atau pembawa virus corona. Kendati tanpa mengalami gejala seperti demam, batuk, atau pilek, anak muda yang positif Covid-19 ini tetap bisa menularkan virus tersebut ke orang lain seperti orang tua.
“Sehingga tanpa disadari, kondisi tubuh yang penuh dengan virus dia sebarkan ke mana-mana melalui kontak dekat dengan keluarga. Apabila ini mengenai kelompok rentan, baik usia tua atau yang memiliki penyakit penyerta, maka dampak yang muncul bisa serius,” jelasnya.
Pemerintah juga masih menjalankan rapid test atau tes cepat Covid-19 terhadap siapapun yang pernah melakukan kontak langsung dengan pasien positif. Per Jumat (27/3/2020) ini sudah ada 500 ribu kit rapid test yang didistribusikan ke daerah-daerah. Rapid test digunakan untuk memetakan sebaran Covid-19 dan meningkatkan pencegahan dengan cara isolasi diri.
Jangan Terlambat
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof. Ari Fahrial Syam menuturkan masalah keterlambatan pasien untuk pemeriksaan diri ke rumah sakit dan kesiapan fasilitas layanan kesehatan menjadi bagian dari sejumlah faktor yang menyebabkan beberapa pasien dalam pengawasan (PDP) terkait COVID-19 meninggal dunia.
“Kita melakukan analisa mengenai faktor-faktor resiko kematian kasus-kasus yang ada. Pertama, masalah keterlambatan pasien datang ke rumah sakit rujukan. Cuma kita juga tidak bisa menyalahkan ke pasien karena kondisi rumah sakit rujukan yang sudah penuh, sehingga pasien ada cerita pasien harus muter-muter dulu ujung-ujungnya akhirnya bisa masuk ke rumah sakit rujukan,” kata Ari di Jakarta yang dilansir republikaonline.
Padahal penanganan untuk proses perawatan pasien Covid-19 berkejaran dengan waktu, harus secepat mungkin. Kecepatan pemeriksaan diri untuk deteksi Covid-19 dan kesiapan fasilitas rumah sakit akan berpengaruh untuk percepatan penanganan pasien.
Faktor lain juga adalah usia pasien dan riwayat penyakit penyerta. Ari menuturkan umumnya yang meninggal adalah mereka yang di atas usia 50 dan 60 tahun, kemudian mereka memiliki penyakit penyerta seperti kencing manis dan paru obstruktif kronis karena ada riwayat merokok atau asma.
Ari menuturkan ketersediaan peralatan kesehatan juga mendukung kecepatan penanganan pasien terutama di saat kondisi mendesak. Misalnya, di saat pasien memerlukan ventilator dan perlu cuci darah namun ketersediaan ventilator kurang dan alat cuci darah juga terbatas. Maka, perlu waktu lagi untuk mendapatkan alat-alat itu.
Ari menilai permasalahan yang sekarang ini terjadi memang tidak mudah. Oleh karena itu, upaya yang harus dilakukan adalah bagaimana bisa menekan penyebaran pasien dan penularan Covid-19. Alasannya karena kalau jumlah kasus penderita makin lama makin banyak sejatinya pasti fasilitas kesehatan tidak bisa mengelola pasien-pasien itu jika terjadi lonjakan pasien dalam waktu cepat.
Saat ini, lanjut Ari, ada satu solusi yang muncul yaitu dibangunnya rumah sakit darurat Corona yang bertempat di Wisma Atlet. Setidaknya Wisma Atlet itu dapat menangani pasien-pasien yang tergolong kondisi kesehatannya ringan sehingga rumah sakit rujukan bisa menangani kasus-kasus yang berat.
Namun, harus diantisipasi hal terburuk yakni jika terjadi lonjakan pasien karena penyebaran dan penularan Covid-19 yang masif. Maka dari itu, langkah yang penting dilakukan adalah pengendalian penyakit Covid-19 dan persebarannya, diantaranya dengan tegas melakukan jaga jarak aman dan menghentikan mobilisasi orang antar daerah.
Ari menuturkan sedari awal sebaiknya rumah sakit lain juga harus bersiap untuk merawat jika ada pasien Covid-19 datang berobat, agar bisa segera melakukan penanganan terhadap pasien.
“Jangan dia (rumah sakit di luar rumah sakit rujukan) ketakutan ada pasien Covid-19 di over ke rumah sakit lain. Karena kalau tidak begitu, pasien itu bisa istilahnya terlantar di jalanan, kenapa? maksudnya karena memang tidak bisa disalahkan juga rumah sakit itu mindah-mindahin karena memang dia tidak siap, kemudian rumah sakit rujukan penuh juga, jadi ini memang bukan persoalan yang mudah,” katanya. (*/eds)