mjnews.id - Presiden Joko Widodo memutuskan menambah belanja dan pembiayaan di APBN 2020 sebesar Rp405,1 triliun, untuk memenuhi kebutuhan dalam penanganan pandemi virus corona baru atau Covid-19.
Jokowi mengatakan, telah menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan.
Perppu yang ditandatangani Presiden Jokowi itu juga disiapkan untuk mengantisipasi meningkatnya defisit APBN 2020, karena belanja negara yang bertambah. Kepala Negara mengantisipasi peningkatan defisit anggaran di 2020 menjadi 5,07 persen.
“Karena yang kita hadapi sekarang ini adalah situasi yang memaksa, bahwa saya baru saja menandatangani Perppu tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan,” kata Presiden Jokowi dalam telekonferensi pers dari Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa (31/3/2020).
Presiden Jokowi melanjutkan, Perppu tersebut akan memberikan fondasi bagi pemerintah dan otoritas di industi perbankan dan jasa keuangan dalam menerapkan langkah-langkah menjamin kesehatan masyarakat, menyelematkan perekonomian nasional dan stabilitas sistem keuangan. Dari total anggaran untuk Covid-19 itu, Kepala Negara merinci sebanyak Rp75 triliun untuk anggaran bidang kesehatan, kemudian Rp110 triliun untuk perlindungan sosial. Selanjutnya Rp75,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat dan Rp150 triliun untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional. Program pemulihan ekonomi nasional itu termasuk restrukturisasi kredit dan penjaminan pembiayaan dunia usaha, terutama usaha mikro, kecil dan menengah.
Kepala Negara mengharapkan dukungan dari DPR terkait Perppu tersebut. Presiden Jokowi ingin peraturan tersebut segera diundangkan dan dilaksanakan dalam waktu secepatnya.
“Kami akan menyampaikan ke DPR RI untuk mendapat persetujuan menjadi UU,” ujarnya.
Keringanan Kredit dan Listrik Gratis
Jokowi juga memutuskan untuk menggratiskan tarif listrik untuk pelanggan 450 VA (Volt Ampere) selama April, Mei, dan Juni 2020. Sementara, pemerintah juga telah membuat adanya skema keringanan kredit.
Penggratisan ini sebagai stimulus untuk membantu pemulihan ekonomi masyarakat, di tengah pandemi virus corona jenis baru atau Covid-19.
“Tarif listrik untuk pelanggan listrik 450 VA yang jumlahnya sekitar 24 juta pelanggan akan digratiskan selama tiga bulan ke depan,” kata Presiden Jokowi dalam konferensi pers melalui video conference dari Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa (31/3/2020).
Selain itu, Kepala Negara juga memutuskan memangkas tarif listrik sebesar 50 persen untuk pelanggan 900 VA.
“Sedangkan untuk pelanggan 900 VA yang jumlahnya sekitar tujuh juta pelanggan akan didiskon 50 persen, artinya bayar separuh saja untuk April, Mei, dan Juni,” ujar Presiden Jokowi.
Pembebasan biaya listrik ini merupakan salah satu dari enam kebijakan bantuan pemerintah bagi masyarakat dengan kemampuan ekonomi di segmen bawah, menyusul tekanan akibat pandemi Covid-19.
Keringanan Kredit
Sementara, Juru Bicara Presiden Joko Widodo, Fadjroel Rachman, mengatakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan kebijakan keringanan kredit di Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11 Tahun 2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Kontrasiklus (Countercyclical) Dampak Penyebaran COVID-19.
Melalui keterangan tertulis di Jakarta, Senin (30/3/2020), Fadjroel menuturkan ada beberapa kondisi debitur memperoleh keringanan kredit. Kondisi itu antara lain, debitur yang terkena dampak Covid-19 dengan nilai kredit atau leasing (pembiayaan) di bawah Rp10 miliar. Keringanan kredit itu antara lain ditujukan untuk pekerja informal, pekerja berpenghasilan harian, usaha mikro dan usaha kecil.
Dalam Peraturan OJK (POJK) No 11 Tahun 2020, pasal 2 ayat (1) disebutkan yang dimaksud dengan debitur yang terkena dampak penyebaran Covid-19, termasuk debitur usaha mikro, kecil, dan menengah adalah debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajiban pada bank karena debitur atau usaha debitur terdampak dari penyebaran Covid-19.
”Dampaknya (Covid-19) baik secara langsung ataupun tidak langsung pada sektor ekonomi antara lain pariwisata, transportasi, perhotelan, perdagangan, pengolahan, pertanian, dan pertambangan,” ujar Fadjroel.
Adapun keringanan dapat diberikan dalam periode satu tahun melalui bentuk penyesuaian pembayaran cicilan pokok atau bunga, perpanjangan waktu, atau hal lain yang ditetapkan oleh bank atau perusahaan pembiayaan (leasing).
Selain itu, kata Fadjroel, debitur juga bisa mengajukan kepada bank atau leasing dengan menyampaikan permohonan melalui saluran komunikasi bank atau leasing. Jika permohonan dilakukan secara kolektif, misalnya melalui perusahaan, maka direksi perusahaan tersebut wajib memvalidasi data yang diberikan kepada bank atau leasing.
Sedangkan bagi debitur yang tidak termasuk dalam kondisi yang dijelaskan sebelumnya, bank atau leasing juga memiliki kebijakan keringanan kredit. Debitur disarankan dapat berkontak langsung melalui sarana komunikasi yang selama ini digunakan, dan tetap tidak perlu hadir atau tatap muka.
Menurut Fadjroel, jika ada penagih hutang (debt collector) yang meneror nasabah dan bertindak tidak sesuai ketentuan, nasabah dapat melaporkan kepada bank atau leasing. Sedangkan laporan ke OJK dapat diajukan dengan menyebutkan nama, perusahaan bank atau leasing, dan masalah yang dihadapi melalui nomor telepon 157 atau WhatsApp 081157157157, serta pesan elektronik ke konsumen@ojk.go.id.
Fadjroel juga mengingatkan agar berhati hati terhadap tawaran jasa pengurusan untuk keringanan kredit atau leasing. Pihaknya meminta komunikasi dengan saluran resmi bank atau leasing. (*/eds)