Nadiem Makarim |
Liputankini.com-Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Anwar Makarim menekankan tujuan dari program penguatan pendidikan jenjang sarjana terapan (D4) adalah memfasilitasi peserta didik untuk tidak hanya terampil di bidang yang dipelajari, tetapi memiliki kemampuan untuk menjadi creator, innovator, manager, bahkan pemimpin yang dibutuhkan dunia usaha dan dunia industri (DUDI).
“Setelah mendapatkan pengetahuan dan keahlian technical di jenjang pendidikan D3, pendidikan sarjana terapan atau D4 sebagai jawaban atas kebutuhan industri akan melatih peserta didik, mengembangkan karakter adaptif, kreatif, dan cerdas,” jelas Mendikbud di Jakarta, Minggu (28/2).
Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi (Dirjen Diksi), Wikan Sakarinto menerangkan kelebihan program sarjana terapan (D4). Berbekal kompetensi yang terdiri dari 60% praktek dan 40% teori, lulusan sarjana terapan diharapkan mampu menjawab kebutuhan-kebutuhan akan industri saat ini.
Wikan Sakarinto menambahkan, terdapat perbedaan antara D3 dengan sarjana terapan (D4). Sarjana terapan memiliki kelebihan di mana softskill yang akan didapatkan lebih banyak, hal ini dikarenakan sarjana terapan memiliki satu tahun magang di industri serta melakukan project based learning bersama dengan industri. Hal ini sebagai bentuk komitmen Ditjen Diksi dalam memaksimalkan potensi peserta didik.
Selain dari program sarjana terapan, Wikan juga menjabarkan program SMK-D2 Fast Track. Program ini merupakan pernikahan antara SMK dengan Politeknik/Kampus Vokasi yang nantinya diberikan Dual System. “Jadi nantinya SMK ditambahi tiga semester magang, sistemnya nanti Dual System yaitu adalah mereka dapat kuliah sambil magang, sistem ini juga digunakan oleh Negara Jerman,” tutur Wikan.
Ia kembali menekankan agar konsep link and match dapat semaksimal mungkin diterapkan pada jenjang sarjana terapan dan SMK-D2 fast track. “Intinya link and match tidak hanya sekedar MoU saja, banyak yang akan dilakukan seperti kurikulum bersama, sertifikasi, pengajarnya pun dari industri, dan magang juga menjadi hal yang penting,” jelas Wikan.
Bagi siswa yang ingin melanjutkan jenjang kuliah, Wikan Sakarinto berpesan untuk tetap mengambil jurusan sesuai dengan passion yang dimiliki. Ia mengimbau agar orang tua harus mengerti dengan passion dan cita-cita sang anak. Perkembangan industri yang sangat pesat saat ini, membuat beberapa profesi pekerjaan mulai menghilang. “Hal ini menjadikan kita harus mengikuti perkembangan zaman dan memperhatikan profesi yang bermuculan saat ini,” tutupnya.
Program Studi Sarjana Terapan Lebih Spesifik
Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi (Ditjen Diksi), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendibud) khususnya terus mendorong link and match antara pendidikan vokasi dan DUDI. Menjunjung konsep link and match, pendidikan vokasi bergiat melakukan kolaborasi bersama industri untuk menciptakan lulusan yang berkompeten dan siap kerja.
Dalam upaya meningkatkan pemahaman tentang ruang lingkup sarjana terapan, Dirjen Diksi pada kesempatan ini juga menjelaskan bahwa sarjana terapan memiliki program studi (prodi) yang lebih spesifik dibandingkan dengan jenjang sarjana. Beberapa contoh nama prodinya, yaitu: Akutansi Sektor Publik, Manajemen dan Penilaian Properti, Bahasa Inggris untuk Komunikasi Bisnis, dan lainnya.
“Dari namanya saja, sarjana terapan ini dirancang spesifik, jadi kurikulum sarjana terapan dan D2 harus menyangkut apa yang dibutuhkan industri,” terang Wikan Sakarinto. Oleh karena itu, Kemendikbud mengajak DUDI untuk menjalin kerja sama dengan tenaga pendidik di Perguruan Tinggi Vokasi untuk membenahi kurikulum, metode belajar mengajar, serta strategi riset. Harapannya, dengan menikahkan pendidikan vokasi dengan industri banyak manfaat yang bisa diambil kedua belah pihak.
Seperti dijelaskan oleh Direktur Sumber Daya Manusia (SDM) PT. PLN (Persero), Syofvi Felianty Roekman yang merasakan keuntungan saat melakukan rancangan kurikulum bersama tenaga pendidik di pendidikan vokasi. Di mana setelah merancang kurikulum bersama, industri akan mengawasi dan melihat perkembangan dari para peserta didik agar sesuai dengan kebutuhan industri.
“Manfaatnya apa bagi kami? Pak Wikan sudah menjelaskan lulusan membekali 60% praktek dan 40%, jadi di kami dapat mempercepat On Job Training (OJT) bagi anak-anak D4 dan ini merupakan efisiensi bagi kami,” ungkap Syofvi.
Syofvi juga menceritakan bahwa lulusan dari sarjana terapan (D4) yang sudah bekerja di PT. PLN (Persero). Bahwa dengan perancangan kurikulum bersama, membuat para lulusan sarjana terapan sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh industri dan lebih siap kerja karena mereka lebih mengetahui situasi pekerjaan yang dituju.
Selanjutnya, Country Manager Jobstreet, Faridah Lim menjelaskan bahwa sarjana terapan (D4) masih sangat belum familiar di dunia Industri. Hal ini dapat dilihat dari lowongan pekerjaan di Jobstreet, di mana D4 masih dianggap D3. Secara jumlah, lowongan dari industri bagi sarjana terapan masih sangat kecil dibandingkan dengan jenjang lainnya. Dengan data tersebut, terdapat sebuah tantangan yang perlu dihadapi dan segera mungkin harus diselesaikan.
Faridah menilai, perlu ada komunikasi dan edukasi lebih lanjut kepada DUDI untuk menjelaskan peran dan kelebihan yang dimiliki oleh sarjana terapan. Di mana mereka memiliki skills praktek yang lebih siap pakai dan mampu membantu industri.
Ditambah, dengan berbagai program studi yang spesifik di D4, ia yakin industri nantinya akan lebih melihat dan lebih antusias. Mengingat dunia industri berkembang sangat pesat, sehingga membutuhkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Core Indonesia (Ekonom), Mohammad Faisal menjabarkan data menarik mengenai peningkatan jumlah pengangguran berdasarkan jenjang pendidikan selama masa pandemi Covid-19. Menurutnya, tiga jenjang pendidikan yakni SLTA, SMK, dan sarjana; mengalami peningkatan jumlah pengangguran, sedangkan untuk jenjang diploma mengalami penurunan. “Ini merupakan salah satu indikasi bahwa lulusan jenjang diploma adalah lulusan yang dibutuhkan oleh industri,” ungkap Faisal.
“Kedepannya, industri juga akan melihat soft skills yang dimiliki oleh pelamar dan mencocokkan dengan apa yang dibutuhkan oleh industri,” imbuhnya seraya memprediksi bahwa sektor yang akan berkembang pesat adalah manufaktur dan jasa. Sehingga para lulusan sebaiknya terus meningkatkan kemampuan digitalisasi teknologi.
Oleh karena itu, Faisal kembali menekankan agar seluruh pemangku kebijakan menyadari pentingnya sosialisasi mengenai program D4 kepada masyarakat. “Karena jika masyarakat tidak mengerti, tidak ada yang terpacu untuk mengambil jenjang sarjana terapan ini,” lanjut Faisal memberi penekanan.
Pada akhir acara, Syofvi mengharapkan peningkatan konsep link and match antara pendidikan vokasi dengan industri harus lebih dikuatkan. Konsep ini merupakan hal yang sangat penting dikarenakan industri dapat melihat peserta didik yang bertalenta sejak awal dan dapat dipersiapkan pula sejak awal. Dengan konsep ini, industri mampu menyerap para tenaga kerja yang berkompeten dan sesuai dengan kebutuhan.
“Sebenarnya kami di dunia kerja tidak semata-mata memerlukan orang yang memiliki kemampuan akademis sangat tinggi, tetapi kompetensi, skills, dan kemampuan team work itu yang sangat kita perlukan,” pesan Syofvi. (Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan)
(*)