Erawati |
Liputankini.com-Pandemi corona mengubah tatanan kehidupan. Wabah itu mematikan dan menenggelamkan ekonomi hampir semua negara. Di lain pihak, virus itu mengajarkan manusia untuk tangguh menghadapi tantangan alam. Erawati dan Eriyanti, dua wanita dari Bukit Karamuntiang membuktikannya.
Erawati dan Eriyanti merupakan karyawan Universitas Andalas. Kantornya terletak di kawasan perbukitan Limau Manis, Kecamatan Pauh, Padang. Secara historis, masyarakat menyebut lokasi kampus itu dengan Bukit Karamuntiang.
Era dinyatakan positif tertular corona pada 23 Oktober 2020. Hasil positif didapatkan setelah menjalani tes usap di laboratorium Rumah Sakit Universitas Andalas sehari sebelumnya. Dia menjalani karantina di mess Unand, masih di kawasan kampus Limau Manis sejak 24 Oktober.
Tak lama dia menjalani perawatan di sana. Tepat 29 Oktober dia dinyatakan sembuh. Hasil tes usap menunjukkan dia negatif corona. Era pun pulang ke rumahnya di kawasan Siteba. Selesai sudah penyakit itu.
Rekan Era, Eriyanti dinyatakan positif corona pada 28 Oktober 2020. Beda dengan Era, dia menjalani karantina di rumah saja. Gejala yang dialami tak berat, sehingga tak perlu karatina di tempat khusus yang disediakan pemerintah.
Sama halnya dengan Era, Eriyanti juga dinyatakan sembuh dalam waktu yang tak terlalu lama terhitung sejak dinyatakan positif. Mereka sembuh cepat karena disiplin dan didorong keyakinan tiap penyakit pasti ada obat.
“Dorongan dari diri sendiri merupakan kekuatan untuk cepat sembuh,” kata Erawati di Padang beberapa waktu lalu.
Dikatakan Era, sejak menjalani karantina di mess Unand, dia patuh dengan anjuran tenaga medis. Makanan apapun yang diberikan ia santap. Segala macam obat yang diberikan dokter, ia telan. Selama menjalani karantina, dia terus berikhtiar meningkatkan imun tubuh. Dia tak pernah menyesali perjalanan hidup yang mengantarkannya ke tempat karantina. “Tak perlu lagi mencari di mana dan kenapa kita tertular corona,” kata dia.
Era menyebut, dalam kondisi sekarang, sulit untuk mencari tempat bebas dari corona. Virus itu menyebar bukan karena berjalan sendiri, tapi interaksi antarwarga yang mengakibatkan virus menyebar. “Ubahlah cara pikir tentang corona. Wabah itu bukan hoax, bukan pula konspirasi. Corona itu nyata,” kata Erawati.
Sejak dikarantina, Era berkeyakinan, tenaga medis akan mampu memberikan pengobatan. Dia berkeyakinan mampu melewati hari-hari yang berat itu. “Jangan pernah berpikir untuk kalah melawan corona,” katanya.
Dengan menjalani karantina, dia meninggalkan suami dan anak-anak. Jauh dari keluarga tak membuatnya bersedih. “Keluarga jadi dorongan untuk kuat dengan cobaan,” katanya.
Era menyebutkan, walau sekarang sulit mencari tempat yang aman dari corona, namun masyarakat tetap harus berusaha mencegah agar tak tertular virus tersebut. Dia mengajak warga untuk hidup dalam tatanan normal baru. Corona diwaspadai, kehidupan pun tetap harus dilakoni dengan normal pula.
Menurut Era, patuh-patuhlah dengan anjuran pemerintah. Pakailah masker bila ke luar rumah. Jaga jarak bila berada di tempat yang ada banyak orang. “Yang lebih penting lagi, biasakan mencuci tangan pakai sabun dengan memanfaatkan air yang bergerak,” kata Era.
Dijelaskan Era, mencegah lebih baik daripada mengobati. Pemerintah mengeluarkan anggaran yang demikian besar demi mengobati pasien corona. “Kasihanilah tenaga medis kita. Sebagai saksi mata bagaimana tenaga medis bekerja, sepatutnya masyarakat membantu tenaga medis. Biarlah mereka merawat yang sudah tertular saja. Jangan ditambah lagi beban mereka,” kata Era.
Sama halnya dengan Era, Eriyanti mengajak masyarakat untuk tidak menganggap remeh corona. “Jangan pula ada pihak yang memprovokasi masyarakat untuk meremehkan corona,” tuturnya.
Lantaran tak menjalani karantina di pusat layanan medis, Eriyanti memiliki banyak waktu untuk mempelajari tentang wabah corona itu lewat sejumlah literatur. “Virus ini berbahaya dan mematikan,” katanya.
Berbekal pengetahuan tentang corona itu, Eriyanti bertekad untuk melawannya sekuat tenaga. Salah satu caranya, rajin minum obat dan mengonsumsi makanan bergizi. “Alhamdulillah, saya dinyatakan negatif setelah menjalani dua kali tes usap,” kata dia.
Eriyanti tertular corona berawal dari hilangnya penciuman. Dia memasak ikan asin di dapur, tapi tak mencium aroma apapun. Ketika kehilangan penciuman ini, dia menganggap hal biasa saja. Belum ada perasaan akan terkena corona.
Hari berikutnya, dia memasak rendang, tapi juga tak mencium aroma apa-apa. Lalu, dia bertanya pada suaminya, “Apakah mencium aroma sambal yang dimasak?” Suaminya menjawab, “Ya, ada aroma dari ikan yang kemarin dimasak, maupun rendang yang dimasak.”
Lantaran curiga, dia menjalani tes usap di Puskesmas Pauh. Hasilnya, dia dinyatakan positif. Setelah dinyatakan positif, Eriyanti tak berkecil hati. Dia bertekad penyakit tersebut harus diatasi. “Jangan menyerah dengan keadaaan,” kata dia.
Eriyanti berpesan, kalau memiliki gejala corona, segeralah ke rumah sakit. Jangan anggap biasa-biasa saja. Jangan sampai menularkan virus itu ke banyak orang. “Corona bukan kutukan. Tak perlu malu bila dinyatakan positif,” katanya.
Dikatakan Eriyanti, masyarakat janganlah memberikan stigma apabila ada warga yang menjalani karantina di rumah. Jangan sampai dikucilkan pula mereka yang terpapar. “Berikanlah dorongan moral kepada mereka yang terpapar corona tersebut,” kata dia.
Sebagai ikhtiar untuk sembuh, Eriyanti tak mengandalkan obat-obatan dokter saja. Imun tubuh ia ciptakan dengan jalan mengomsumsi multivitamin serta memakai obat tradisional. Selama menjalani karantina dia sering minum air kelapa muda.
Usaha Eriyanti untuk bangkit dari corona tak sia-sia. Hasil swab test pertama menyatakan Eriyanti negatif corona. Eriyanti tak lagi demam. Tidak ada lagi batuk. Penciuman sudah kembali normal. Sepekan kemudian, dia menjalani swab kedua, hasilnya negatif. Selamat jalan corona.
Dikatakan Eriyanti, dukungan keluarga terdekat penting untuk menciptakan keyakinan dan kekuatan diri untuk melawan corona. “Keluarga sangat support ketika saya berusaha keras melawan corona,” kata dia.
Selama menjalani karantina mandiri, Eriyanti melewati hari-hari secara mandiri pula. Dia mencuci piring sendiri dan ketika minta makanan, komunikasi dengan orang lain lewat telepon saja. Tujuannya, agar tidak menularkan penyakit ke orang lain.
Eriyanti dan Erawati memberikan pelajaran berharga, betapa corona itu ada. Penyakit itu harus dilawan dengan optimisme. Biarkan corona pergi ke dunia lain. Lelah manusia gara-gara engkau. Warga Indonesia harus sepakat pula untuk mengurangi, bahkan mengusir wabah tersebut dari negeri ini. (Edwardi)