Jafreki |
Cerita duka belajar daring datang dari seorang anak di Kota Pariaman. Dia tak naik kelas. Padahal, dalam situasi sekarang yang semua serba susah, kok masih tega tak menaikkan anak. Hanya untuk urusan naik kelas. Tak lebih. Lantaran tak naik kelas, siswa itu terpukul. Bukan cuma sang anak, orang tua juga terpukul secara psikologis.
Orang tua yang kecewa anaknya tak naik kelas, bernama Jafreki. Dalam percakapan Kamis (8/7/2021) di tempat usahanya Pariaman, mantan Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Pariaman itu menuturkan, sebagai orang tua tidak pernah diinformasikan wali kelas atau guru BK terhadap kelalaian anaknya. Tetapi Jafreki mengaku diundang ke sekolah saat menjemput rapor naik kelas akhir semester, ternyata anaknya sudah diputus oleh kepala sekolah tidak naik kelas.
"Secara psikologis anak saya sangat terpukul mentalnya mendapat kabar dirinya tidak naik kelas. Sebagai orang tua juga mengaku sangat kecewa," ujar Jafreki.
Menurut Jafreki, selama anaknya belajar di rumah melalui online ditambah dengan tugas rumah, rajin belajar dan membuat tugasnya. Artinya, tidak terlihat kesulitan dalam menyelesaikan pelajarannya.
Dalam pantauan keseharian pada anaknya, tak ada masalah yang nampak. "Tetapi saat penerimaan rapor, anak saya tidak naik kelas dengan alasan tidak membuat tugas atau pekerjaan rumah. Sementara guru atau wali kelas dan guru BK tidak ada menyampaikan satu kali pun, baik langsung atau pun melalui WA atau telepon. Orang tua mana yang tidak kecewa anaknya dinyatakan tidak naik kelas," kata mantan guru SMAN 1 Pariaman ini.
Kepala SMKN 2 Pariaman, Rahmi yang dihubungi melalui telepon Kamis (8/7/2021) mengatakan, untuk memutuskan naik atau tidaknya anak, diambil dalam keputusan rapat bersama tim lengkap terdiri dari majelis guru, wali kelas dan guru BK serta wakil kepala sekolah.
Rapat naik kelas itu berjalan alot selama dua hari, sehingga terdapat 23 anak kelas X diputuskan tidak bisa dinaikan dengan alasan tidak pernah membuat tugas yang diperintahkan oleh gurunya. Mereka diwajibkan membuat tugas enam buah, umumnya yang tidak naik kelas itu adalah mereka tidak membuat tugas. "Keputusan rapat bersama anak yang tidak peduli dengan tugas disepakati tidak naik kelas," tutur Rahmi.
Dijelaskan Rahmi, sebelumnya dia sudah memerintahkan guru BK nya untuk mengunjungi rumah anak yang bermasalah dan tidak membuat tugas tersebut. "Saya sudah tugaskan guru BK mengurangi rumah anak untuk bisa memberikan bimbingan dengan harapan anak bisa berubah," ulas Rahmi.
Ditambahkan Rahmi secara pribadi dirinya ikut merasa prihatin atas adanya anak kelas X yang tidak naik kelas tersebut. "Saya ikut merasakan kesedihan dan kekecewaan orang tua murid yang anaknya tinggal kelas itu," ulang Rahmi.
Menurut Rahmi, SMKN 2 Pariaman, banjir pendaftar setiap tahunnya berkisar 1.000 orang lebih. Sementara sesuai kapasitas SMKN 2 Pariaman hanya diterima 373 orang untuk semua jurusan. Mereka yang diterima yang lulus seleksi panitia dan tidak ada yang bisa masuk lewat pintu belakang.
Ada juga orang penting Kota Pariaman yang minta diterima ponakannya diterima lewat pintu belakang, karena tidak lolos melalui pintu depan. "Dengan tegas saya katakan tidak dapat membantu untuk menerima ponakan kepala dinas itu," ucap Rahmi.
Menurut informasi, saat pandemi kepala sekolah tidak boleh meninggalkan anak, karena tidak membuat tugas yang penting selagi anak ikut ujian wajib dinaikan karena wabah Corona Covid 19 telah membawa dampak buruk terhadap kehidupan masyarakat dunia dan termasuk Indonesia.
Masalah yang dihadapi anak tidaklah sama di daerah terpencil selain tidak punya andorid termasuk soal sinyal yang kurang baik. "Jadi tidak ada alasan kepala sekolah untuk tidak menaikan kelas anak," ujar sumber tersebut. (aa)