Muhammad Sinin dan istri |
Dia merantau tak membawa banyak uang. Cuma bermodalkan keterampilan menjahit. Keterampilan itu yang membuatnya bisa bertahan hidup di tengah kerasnya hidup di perantauan.
Perantau itu diwawancarai melalui pesan WhatsApp, Jumat (2/12/2022) malam.
Dia mengawali cerita tentang kisa keberangkatan ke rantau. Masih segar dalam ingatan Muhammad Sini, dia berabgkat persis sehari pelaksanaan pemilu 1971. Tak langsung ke Kalimantan, tapi ke Pekanbaru.
Dia merantau ke Pontianak pada Juli 1976. Ketika awal merantau, tak ada kendala dalam perjalanan. Demikian pula ketika merantau ke Kalimantan. Bukan cuma itu, sejumah kota dijadikan pelabuhan untuk mengubah nasib, antara lain Bengkulu dan Kudus. Namun, dia betah di Kalimantan.
Ditambahkan Muhammad Sinin, dia merantau dengan tekad ingin mengubah nasib. "Ketika merantau, indak ado mambawo pitih doh cuma ado kapandaian majahik nan dapek di Pakanbaru," kata dia.
Di tanah rantau, dia mempersunting perempuan urang Pariaman, persisnya asal Desa Batang Kabung, Pariaman Tengah, Kota Pariaman yang bernama Suhaimi Harun.
Pasangan keluarga itu dikaruniai lima anak. Dari lima anak itu, cuma satu orang bekerja sebagai penjahit, mengkuti jejak ayahnya.
Keluarga itu telah memiliki 10 cucu. Menurut Sinin, dua anaknya jadi polisi yang bertugas di Polres Balikpapan dan Samarinda.
Dikatkan Sinin, walaunpun jauh di rantau komunikasi dengan sanak keluarga berjalan lancar. Hanya saja, dia sedih sebab jalan ke kampungnya, di ruas Simpang Rambai Padang Sago rusak parah dan penuh lubang. "Cuma satu permintaan saya pada Pak Bupati, jalan ke kampung saya tolong diperbaiki," katanya. (TKA)