Masyarakat dan sejumlah pihak tentang persoalan internet di SMP 4 Tigo Lurah |
SOLOK-Para siswa SMPN 4 Tigo Lurah yang mengikuti simulasi asesmen nasional berbasis komputer (ANBK) harus mencari sinyal hingga tengah hutan.
Tigo Lurah merupakan daerah terisolir di Kabupaten Solok. Tak ada jalan aspal ke sana. Perkampungan dikelilingi hutan.
Simulasi ANBK di sekolah telah berlangsung sejak Senin dua pekan lalu.
Salah seorang pengawas, Resmayedi menyebutkan, siswa ikuti simulasi di hutan yang bernama Rimbo Batuang. Kawasan itu dijadikan lokasi ujian, karena di sana ada sinyal HP, yang kemudian disambungkan dengan laptop masing-masing siswa. Guna mencapai Rimbo Batuang, siswa dan pengawas harus berjalan kaki selama 15 menit .
”Simulasi terpaksa kami lakukan di hutan karena situasi di sekolah tidak memungkinkan untuk melaksanakan simulasi,” ungkapnya.
Kepala SMPN 4 Tigo Lurah Kapujan, Arsal menyebutkan, simulasi ANBK terpaksa dilakukan di hutan karena aliran listrik sering mati dan sinyal otomatis langsung hilang.
Dilansir dari anbk.kemendikbud, ANBK merupakan program evaluasi yang diselenggarakan Kemendikbud Ristek guna meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia dengan memotret input, proses, dan output pembelajaran di seluruh tingkat pendidikan. Program ini dilakukan Kemdikbud untuk menilai secara keseluruhan baik dari sisi kognitif maupun non kognitif siswa.
Bupati Solok, Epyardi Asda mengaku prihatin dengan kondisi masyarakat di Kecamatan Tigo Lurah, terutama siswa yang kesulitan mencari sinyal.
Bupati menyatakan terus berusaha melakukan berbagai upaya pembangunan di daerah terisolir. "Pemerintah kabupaten selalu mengupayakan bagaimana seluruh akses informasi sampai ke masyarakat karena sekarang merupakan zaman digital. Jaringan seluler tidak sebatas komunikasi saja, tetapi menjadi kebutuhan untuk menunjang banyak hal sendi-sendi kehidupan, terutama di bidang pendidikan, semuanya sekarang sudah serba digital," katanya usai selesai pertemuan dengan masyarakat Nagari Saok Laweh, Kamis (14/9/2023).
Bupati menyampaikan keresahannya terkait dengan pembangunan sarana dan prasarana telekomunikasi di daerah yang dipimpinnya. Pembangunan fasilitas komunikasi, seperti tower pemancar itu juga menyangkut kepentingan bisnis pihak provider, dimana pertimbangan ekonominya sangat mempengaruhi.
"Tidak saja soal itu, di sisi pemerintah sendiri saya pikir kerumitannya juga sangat luar biasa. Sementara kita menuntut ekonomi dan pendidikan bangsa ini maju, di sisi lain kerumitan prosedur malah terkesan menjadi penghalang," katanya.
Terkait pembangunan tower di Nagari Bukit Bais, Kecamatan IX Koto Sungai Lasi, sesuai dengan laporan wali nagari dan Dinas Kominfo yang mengurus teknis pembangunan itu masih terkendala surat rekomendasi dari Dinas Kehutanan Sumatera Barat.
Padahal sesuai dengan keterangan Wali Nagari Bukit Bais, di nagari sudah terlebih dahulu menyelesaikan soal pembebasan lahan untuk pembangunan tower dan kini harus terkendala proses administrasi yang terlalu lama di tingkat provinsi.
"Sesuai laporan yang saya terima, surat kita sudah masuk ke provinsi dari pertengahan Agustus 2023, dan sampai sekarang belum ada progress sama sekali, bahkan tim kehutanan yang harusnya sudah melakukan survei ke lapangan juga belum. Entah berapa lama proses administrasi seperti itu, sementara waktu dan kebutuhan akan jaringan komunikasi berjalan terus, terutama untuk dunia pendidikan yang serba daring," pungkasnya. (clara)