Salah satu armada PO Miyor dengan kelas premium. (bagindo channel) |
PADANG-Mudik tahun ini benar-benar istimewa bagi perantau Sumbar di Jakarta dan sekitarnya. Sebab, perantau bisa pulang kampung dengan bus sambil rebahan. Rebahan bahasa Minangnya adalah lalok.
Bila diingat masa lalu, terutama pada 1980-an, cuma ada bus AC dan ekonomi. Bus AC juga tak banyak masyarakat yang bisa menaikinya lantaran harga yang relatif mahal.
Usai era bus AC, muncul era kelas super eksekutif dengan seat 2-1. Pada 1990-an, tercatat tiga perusahaan otobus Sumbar yang memiliki kelas itu. Masing-masing NPM, ANS dan Transport, termasuk Lorena yang sejatinya merupakan bus Jawa yang bermain ke Sumbar.
Bus-bus Sumbar pada awal 2000-an, dihantam badai tiket murah pesawat. Pesawat yang melintasi Padang-Jakarta, antara lain, Jayatu, WingAir dan Lion memberikan tiket murah, bahkan bisa dibilang tak masuk akal.
Bus-bus Sumbar mengalami situasi pahit kala pesawat menawarkan tiket murah. Perusahaan otobus telah membanting harga tiket, namun tak juga dilirik penumpang. Bus yang biasanya berangkat lima sampai enam unit perhari untuk tiap PO, malah cuma diberangkatkan satu. Penumpang sepi. Penumpang yang dibawa dari Padang, itu pun banyak yang turun menjelang Lampung. Sebab, pesawat memang cuma sampai Jakarta.
Dampak penumpang bus sepi, rumah makan di sepanjang jalan lintas tengah Sumatera juga babak belur. Dunia transportasi darat mengalami pukulan berat. Pendapaten agen juga turun. "Situasi di masa itu memang sulit. Bus bersaing dengan pesawat," ujar Doni, seorang agen bus di Padang.
Bus mulai mengalami titik balik ketika pemerintah membangun tol Trans Sumatera. Tol memperpendek jarak dari Sumatera Selatan ke Bakauheni.
Kini, kebangkitan bus Minang mencapai puncaknya. Bus lebih dari sekedar nyaman dan aman, namun juga bisa rebahan. Pemudik tahun ini memang dimanjakan. Pulang kampuang bisa sambil tiduran dan selonjoran. Bus Sumbar terus berbenah.(*)