Bappelitbangda Ingin Percepat Penurunan Angka Stunting di Bukittinggi

 

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah, Robby Novaldi 

BUKITTINGGI-Pemerintah Kota Bukittinggi melalui Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappelitbangda) ingin percepatan penurunan stunting dilakukan by name by address.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah Robby Novaldi  mengatakan, hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia  di tahun 2023 lalu prevalensi stunting  daerah diluar ekspektasi, dikarenakan target yang diharapkan  adalah di bawah 16,8 persen  malah menjadi 20 persen.

Dikatakan, program untuk percepatan penurunan stunting di Kota Bukittinggi sudah cukup banyak yang didukung dengan peningkatan jumlah anggarannya. 

Menurutnya, data hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) bukan hanya dipertanyakan oleh Kota Bukittinggi, melainkan beberapa kabupaten/kota di Sumatera Barat juga mempertanyakan hal yang sama. Pemerintah Kota Bukittinggi akan mengevaluasi data stunting itu secara real.

“jadi, pemerintah daerah akan mengevaluasi data itu secara real, apakah memang segitu adanya di lapangan,”ujarnya

Penanganan permasalahan stunting  di Kota Bukittinggi dengan intervensi  by name by address, bukan semata dari hasil survei

Kepala Bappelitbangda Kota Bukittinggi  Robby Novaldi menyebutkan pihaknya ingin untuk melakukan perbandingan penanganan stunting harus menggunakan indikator yang sama dari tahun sebelumnya. 

Jika di tahun 2022 menggunakan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) maka di tahun 2023 sebaiknya juga menggunakan hasil survei yang sama, bukan berganti menjadi Survei Kesehatan Indonesia (SKI). 

Disebutkan, untuk Survei Kesehatan Indonesia (SKI) memang memiliki lebih banyak indicator, ketimbang  Survei Status Gizi Indonesia (SSGI).

“sebenarnya kalau idealnya untuk perbandingan  dari tahun ke tahun, itu harus memakai survei yang sama. Jika sebelumnya SSGI maka tahun berikutnya juga SSGI, jika sebelumnya SKI maka tahun berikutnya juga SKI. Jika berbeda, maka hasilnya jelas berbeda, dikarenakan indikatornya berbeda,”katanya

Diketahui,  Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) merupakan hasil survei yang menggambarkan status gizi balita, dimana pengumpulan  datanya melalui pengukuran antropometri dengan melakukan penimbangan  berat badan, pengukuran tinggi badan, panjang badan, LILA pada remaja, WUS dan ibu hamil dengan alat antropometri terstandar serta wawancara.  Survei ini dikumpulkan datanya oleh  tenaga enumerator dari ahli gizi (D3 gizi/D4 gizi/sarjana gizi).

Sedangkan, Survei Kesehatan Indonesia (SKI)  adalah hasil survei yang menggambarkan  semua indikator kesehatan secara komprehensif  dengan 13 indikator, dimana salah satunya adalah status gizi.

Indikator utama yang diukur itu  adalah penyakit menular, penyakit tidak menular, gangguan jiwa dan kesehatan jiwa, disabilitas/ketidakmampuan, farmasi dan pelayanan  kesehatan tradisional, kesehatan gigi dan mulut, pengetahuan dan perilaku, kesehatan ibu, kesehatan bayi dan balita, status gizi, kesehatan lingkungan, akses fasilitas pelayanan kesehatan, dan sosial ekonomi. Sementara, tenaga pengumpul Survei Kesehatan Indonesia itu  yakni perawat, bidan, tenaga gizi dan sarjana kesehatan masyarakat. (LK/IKP)



Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama