Ketua Bawaslu Sawahlunto, Junaidi Hartoni berikan hak suara dalam pilkada |
SAWAHLUNTO-Ketua Bawaslu Sawahlunto, Junaidi Hartoni memberikan penjelasan rinci mengenai konsep pelanggaran pemilu yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
Dalam keterangannya, Junaidi menegaskan, pelanggaran TSM termasuk kategori pelanggaran berat dalam pemilu. Jika terbukti, pelanggaran ini dapat mengakibatkan diskualifikasi pasangan calon (paslon) kepala daerah. Namun, pembuktiannya juga tidak mudah karena harus memenuhi ketiga unsur TSM secara kumulatif.
Pengertian Pelanggaran TSM
Pelanggaran TSM mengacu pada tindakan yang memenuhi unsur:
1.Terstruktur: Melibatkan aparat struktural, baik pemerintah maupun penyelenggara pemilu, yang bekerja secara kolektif untuk mendukung salah satu paslon.
2.Sistematis: Pelanggaran direncanakan secara matang, terorganisir, dan tersusun rapi.
3.Masif: Pelanggaran berdampak luas hingga memengaruhi hasil pemilu secara signifikan, bukan hanya terbatas pada sebagian kecil wilayah atau pemilih.
Junaidi menambahkan, pelanggaran TSM yang memenuhi ketiga unsur ini adalah salah satu alasan utama paslon bisa didiskualifikasi. Namun, untuk membuktikannya diperlukan bukti yang kuat dan lengkap, bukan hanya asumsi dan foto-foto tidak jelas
Dasar Hukum Penanganan TSM
Berdasarkan Peraturan Badan Pengawas Pemilu (Perbawaslu) Nomor 9 Tahun 2020, tata cara penanganan pelanggaran administrasi pemilu yang bersifat TSM diatur dengan jelas. Dalam Pasal 3 Ayat (1), dijelaskan penanganan pelanggaran TSM merupakan kewenangan Bawaslu Provinsi.
Objek Pelanggaran TSM
Junaidi menjelaskan bahwa objek pelanggaran TSM biasanya berupa tindakan paslon yang:
1.Memberikan uang atau materi lain untuk memengaruhi penyelenggara pemilu atau pemilih.
2.Melibatkan aparat pemerintah dalam pelanggaran yang dilakukan secara bersama-sama.
3.Merencanakan pelanggaran dengan sistematis dan sangat rapi.
4.Menimbulkan dampak besar yang memengaruhi hasil pemilu secara keseluruhan.
“Semua pelanggaran ini harus terbukti kumulatif, yaitu memenuhi unsur terstruktur, sistematis, dan masif secara bersamaan. Tidak bisa hanya satu atau dua unsur saja,” tegas Junaidi.
Sebagai ilustrasi, pelanggaran TSM mencakup skenario seperti:
* Pembagian uang atau barang dalam jumlah besar yang terorganisir.
* Keterlibatan aparat pemerintah dalam menggerakkan pemilih untuk mendukung salah satu paslon.
* Penyalahgunaan fasilitas negara untuk kepentingan kampanye paslon tertentu.
Junaidi menekankan, Bawaslu Sawahlunto berkomitmen penuh untuk menegakkan aturan pemilu secara adil. Penanganan laporan pelanggaran TSM dilakukan secara profesional dan terbuka, dengan memastikan semua pihak mendapatkan perlakuan yang setara.
“Bawaslu bersama Sentra gakkumdu—yang terdiri dari Bawaslu, Kepolisian, dan Kejaksaan—selalu bekerja berdasarkan fakta hukum dan aturan yang berlaku. Untuk pelanggaran TSM, kewenangan sepenuhnya ada di Bawaslu Provinsi,” jelasnya.
Junaidi juga mengingatkan pentingnya peran masyarakat dalam menjaga integritas demokrasi. Laporan pelanggaran harus didukung oleh bukti-bukti yang valid dan tidak didasarkan pada asumsi semata.
“Kami mengajak seluruh elemen masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam menjaga proses demokrasi yang sehat, serta melaporkan pelanggaran dengan bukti yang kuat,” tutupnya.(iz)